Minggu, 04 Februari 2018

Khotbah Pertama: Dhammacakkappavattana Sutta

Khotbah Pertama: Dhammacakkappavattana Sutta

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu sebagai berikut:
“Para bhikkhu, kedua ekstrim ini tidak boleh diikuti oleh seorang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Apakah dua ini? Mengejar kebahagiaan indria dalam kenikmatan indria, yang rendah, kasar, cara-cara kaum duniawi, tidak mulia, tidak bermanfaat; dan praktik penyiksaan diri, yang menyakitkan, tidak mulia, tidak bermanfaat. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata telah membangkitkan jalan tengah, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Dan apakah, para bhikkhu, jalan tengah yang dibangkitkan oleh Sang Tathāgata, yang memunculkan penglihatan … yang menuntun menuju Nibbāna? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Ini, para bhikkhu, adalah jalan tengah yang dibangkitkan oleh Sang Tathāgata, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia penderitaan: kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan; berkumpul dengan apa yang tidak menyenangkan adalah penderitaan; berpisah dengan apa yang menyenangkan adalah penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan adalah penderitaan.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia asal-mula penderitaan: adalah ketagihan yang menuntun menuju penjelmaan baru, disertai dengan kesenangan dan nafsu, mencari kenikmatan di sana sini; yaitu ketagihan pada kenikmatan indria, ketagihan pada penjelmaan, ketagihan pada pemusnahan.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia lenyapnya penderitaan: adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketagihan yang sama itu, meninggalkan dan melepaskannya, kebebasan darinya, tidak bergantung padanya.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan: adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu pandangan benar … konsentrasi benar.
“‘Ini adalah kebenaran mulia penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia penderitaan harus dipahami sepenuhnya’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia penderitaan telah dipahami sepenuhnya’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia asal-mula penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia asal-mula penderitaan harus ditinggalkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia asal-mula penderitaan telah ditinggalkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia lenyapnya penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan harus dicapai’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan telah dicapai’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dikembangkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan telah dikembangkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“Selama, para bhikkhu, pengetahuan-Ku dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini belum sempurna dimurnikan dengan cara ini, Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, māra, dan brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Akan tetapi, ketika pengetahuan-Ku dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini telah sempurna dimurnikan dengan cara ini maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, māra, dan brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul pada-Ku: ‘Kebebasan batin-Ku tidak tergoyahkan. Ini adalah kelahiran-Ku yang terakhir. Tidak akan ada lagi penjelmaan baru.’”
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Bersukacita, Kelompok Lima Bhikkhu itu gembira mendengar penjelasan Sang Bhagavā. Selagi khotbah ini sedang dibabarkan, muncullah pada Yang Mulia Koṇḍañña penglihatan Dhamma tanpa noda, bebas dari debu: “Apa pun yang tunduk pada asal-mula semuanya tunduk pada lenyapnya.” Ketika Roda Dhamma ini telah diputar oleh Sang Bhagavā, para deva yang bertempat tinggal di bumi berseru:
“Di Bārāṇasī, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau deva atau māra atau brahmā atau siapa pun di dunia.” Setelah mendengar seruan para deva yang bertempat tinggal di bumi, para deva di alam Empat Raja Deva berseru: “Di Bārāṇasī … Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan … oleh siapa pun di dunia.” Setelah mendengar seruan para deva di alam Empat Raja Deva, para deva Tāvatiṃsa … para deva Yāma … para deva Tusita … para deva Nimmānaratī … para deva Paranimmitavasavattī … para deva pengikut Brahmā berseru: "Di Bārāṇasī, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau deva atau māra atau brahmā atau siapa pun di dunia.”

Demikianlah pada saat itu, seketika itu, pada detik itu, seruan itu menyebar hingga sejauh alam brahmā, dan sepuluh ribu sistem dunia ini berguncang, bergoyang, dan bergetar, dan cahaya agung yang tanpa batas muncul di dunia melampaui keagungan para deva di surga. Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan ucapan inspitarif ini: “Koṇḍañña sungguh telah mengerti! Koṇḍañña sungguh telah mengerti!” Demikianlah Yang Mulia Koṇḍañña memperoleh nama “Aññā Koṇḍañña–Koṇḍañña Yang Telah Mengerti”. [SN 56.11 (1) Memutar Roda Dhamma].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.