Senin, 05 Februari 2018

Kaccānagotta

Di Sāvatthī. Yang Mulia Kaccānagotta mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, dikatakan, ‘pandangan benar, pandangan benar.’ Dalam cara bagaimanakah, Yang Mulia, pandangan benar itu?”
“Dunia ini, Kaccāna, sebagian besar bergantung pada dualitas–pada gagasan ke-ada-an dan gagasan ke-tiada-an. Akan tetapi, bagi seorang yang melihat asal-mula dunia ini sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar, tidak ada gagasan ke-tiada-an sehubungan dengan dunia ini. Dan bagi seorang yang melihat lenyapnya dunia sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar, tidak ada gagasan ke-ada-an sehubungan dengan dunia.
“Dunia ini, Kaccāna, sebagian besar terbelenggu oleh pekerjaan, kemelekatan, dan ketaatan. Akan tetapi, orang ini [dengan pandangan benar] tidak menjadi terlibat dan melekat pada pekerjaan dan kemelekatan, sudut pandangan, ketaatan, kecenderungan tersembunyi; ia tidak menganut pandangan ‘diriku’. Ia tidak bingung atau ragu bahwa apa yang muncul hanyalah munculnya penderitaan, apa yang lenyap hanyalah lenyapnya penderitaan. Pengetahuannya tentang ini tidak bergantung pada yang lain. Dalam cara inilah, Kaccāna, pandangan benar itu.

“’Semua ada’: Kaccāna, ini adalah satu ekstrim. ‘Semua tidak ada’: ini adalah ekstrim ke dua. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma di tengah: ‘Dengan delusi sebagai kondisi, bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, kesadaran; dengan kesadaran sebagai kondisi, batin-dan-jasmani; dengan batin-dan-jasmani sebagai kondisi, enam landasan indria; dengan enam landasan indria sebagai kondisi, kontak; dengan kontak sebagai kondisi, perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi, ketagihan; dengan ketagihan sebagai kondisi, kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, penuaan-dankematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan muncul. Demikianlah asal-mula dari keseluruhan kumpulan penderitaan. Akan tetapi, dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya delusi maka lenyap pula bentukan-bentukan kehendak; dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, lenyap pula kesadaran; dengan lenyapnya kesadaran, lenyap pula batin-dan-jasmani; dengan lenyapnya batin-dan-jasmani, lenyap pula enam landasan indria; dengan lenyapnya enam landasan indria, lenyap pula kontak; dengan lenyapnya kontak, lenyap pula perasaan; dengan lenyapnya perasaan, lenyap pula ketagihan; dengan lenyapnya ketagihan, lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, lenyap pula penuaan-dan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan.” [SN 12.15 (5) Kaccānagotta].

Minggu, 04 Februari 2018

Saccavibhanga Sutta: Penjelasan tentang Kebenaran-kebenaran

Saccavibhanga Sutta: Penjelasan tentang Kebenaran-kebenaran
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Benares di Taman Rusa di Isipatana. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.”–“Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Di Benares, Para bhikkhu, di Taman Rusa di Isipatana Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia–yaitu mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini?
”Mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan kebenaran mulia penderitaan. Mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan kebenaran mulia asal-mula penderitaan … kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.
“Di Benares, Para bhikkhu, di Taman Rusa di Isipatana Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia–yaitu mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat Kebenaran Mulia ini.
“Kembangkanlah persahabatan dengan Sāriputta dan Moggallāna, Para bhikkhu; bergaullah dengan Sāriputta dan Moggallāna. Mereka bijaksana dan sangat membantu bagi teman-teman mereka dalam kehidupan suci. Sāriputta bagaikan seorang ibu; Moggallāna bagaikan seorang perawat. Sāriputta melatih orang-orang lain mencapai buah memasuki-arus, Moggallāna melatih untuk mencapai tujuan tertinggi. Sāriputta, Para bhikkhu, mampu mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat Kebenaran Mulia.”
Demikianlah Sang Bhagavā berkata. Setelah mengatakan ini, Yang Sempurna bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.
Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Teman-teman, Para bhikkhu.”–“Teman,” para bhikkhu menjawab Yang Mulia Sāriputta. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:
“Di Benares, Teman-teman, di Taman Rusa di Isipatana Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya … dan memperlihatkan Empat Kebenaran Mulia. Apakah empat ini?
”Mengumumkan … dan memperlihatkan kebenaran mulia penderitaan ... kebenaran mulia asal-mula penderitaan … kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia penderitaan? Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah penderitaan; kematian adalah penderitaan; dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kelahiran itu? Kelahiran makhluk-makhluk ke dalam berbagai urutan kehidupan, akan terlahir, berdiam [dalam rahim], pembentukan, perwujudan kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasanlandasan kontak–ini disebut kelahiran.
“Dan apakah, Teman-teman, penuaan itu? Penuaan makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan, usia tua, gigi tanggal, rambut memutih, kulit keriput, kemunduran kehidupan, melemahnya indria-indria–ini disebut penuaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kematian itu? Berlalunya makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan, kematiannya, terputusnya, lenyapnya, sekarat, selesainya waktu, hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, terbaringnya tubuh–ini disebut kematian.
“Dan apakah, Teman-teman, dukacita itu? Dukacita, bersedih, kesedihan, dukacita batin, kesedihan batin, dari seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan oleh kondisi-kondisi menyakitkan–ini disebut dukacita.
“Dan apakah, Teman-teman, ratapan itu? Mengeluh dan meratap, mengeluhkan dan meratapi, keluhan dan ratapan, dari seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan oleh kondisi-kondisi menyakitkan–ini disebut ratapan.
“Dan apakah, Teman-teman, kesakitan itu? Kesakitan jasmani, ketidak-nyamanan jasmani, sakit, perasaan tidak menyenangkan yang muncul dari kontak jasmani–ini disebut kesakitan.
“Dan apakah, Teman-teman, kesedihan itu? Kesedihan batin, ketidak-nyamanan batin, perasaan tidak menyenangkan yang muncul dari kontak pikiran–ini disebut kesedihan.
“Dan apakah, Teman-teman, keputus-asaan itu? Kesulitan dan keputus-asaan, kesulitan besar dan kehilangan harapan, dari seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan oleh kondisi-kondisi menyakitkan–ini disebut keputus-asaan.
“Dan apakah, Teman-teman, ‘tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan’? Bagi makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran muncul keinginan: ‘Oh, semoga kami tidak tunduk pada kelahiran! Semoga kelahiran tidak terjadi pada kami!’ Tetapi hal ini tidak diperoleh dengan cara menginginkan, dan tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan. Bagi makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan … tunduk pada penyakit … tunduk pada kematian … tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan, muncul keinginan: ‘Oh, semoga kami tidak tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan! Semoga dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan tidak terjadi pada kami!’ Tetapi hal ini tidak diperoleh dengan cara menginginkan, dan tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan, secara singkat, adalah penderitaan? Yaitu kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, dan kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan. Ini adalah kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan, secara singkat, adalah penderitaan. Ini disebut kebenaran mulia penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia asal-mula penderitaan? Adalah ketagihan, yang membawa penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu, dan kesenangan dalam ini dan itu; yaitu, ketagihan pada kenikmatan indria, ketagihan pada penjelmaan, ketagihan pada tanpapenjelmaan. Ini disebut kebenaran mulia asal-mula penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia lenyapnya penderitaan? Adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, berhentinya, lepasnya, membiarkan, dan menolak ketagihan yang sama ini. Ini disebut kebenaran mulia lenyapnya penderitaan.
“Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.
“Dan apakah, Teman-teman, pandangan benar itu? Pengetahuan tentang penderitaan, pengetahuan tentang asalmula penderitaan, pengetahuan tentang lenyapnya penderitaan, pengetahuan tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan–ini disebut pandangan benar.
“Dan apakah, Teman-teman, kehendak benar itu? Kehendak meninggalkan keduniawian, kehendak tanpa permusuhan, dan kehendak tanpa kekejaman–ini disebut kehendak benar.
“Dan apakah, Teman-teman, ucapan benar itu? Menghindari kebohongan, menghindari ucapan fitnah, menghindari ucapan kasar, dan menghindari obrolan tanpa tujuan–ini disebut ucapan benar.
“Dan apakah, Teman-teman, perbuatan benar itu? Menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, dan menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria–ini disebut perbuatan benar.
“Dan apakah, Teman-teman, penghidupan benar itu? Di sini seorang siswa mulia, setelah meninggalkan penghidupan salah, mencari penghidupannya melalui penghidupan benar–ini disebut penghidupan benar.
“Dan apakah, Teman-teman, usaha benar itu? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan kemauan untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat yang belum muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan kemauan untuk meninggalkan kondisi-kondisi jahat yang tidak bermanfaat yang telah muncul … Ia membangkitkan kemauan untuk memunculkan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang belum muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan kemauan untuk mempertahankan kelangsungan, ketidaklenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi melalui pengembangan atas kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya.
“Dan apakah, Teman-teman, perhatian benar? Di sini seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ia berdiam dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagai objekobjek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ini disebut perhatian benar.
“Dan apakah, Teman-teman, konsentrasi benar itu? Di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi. Dengan meluruhnya sukacita, ia berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang dikatakan oleh para mulia: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Ini disebut konsentrasi benar. “Ini disebut kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan.
“Di Benares, Teman-teman, di Taman Rusa di Isipatana Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna, memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia–yaitu mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat Kebenaran Mulia ini.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sāriputta. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Yang Mulia Sāriputta. [MN 141 Saccavibhanga Sutta: Penjelasan tentang Kebenaran-kebenaran].


Khotbah ke Tiga: Āditta Sutta

Khotbah ke Tiga: Āditta Sutta
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Gayā, di tempat tinggal pemimpin Gayā bersama dengan seribu bhikkhu. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:
“Para bhikkhu, segalanya terbakar. Dan apakah, para bhikkhu, segalanya yang terbakar itu? Mata terbakar, bentuk-bentuk terbakar, kesadaran-mata terbakar, kontak-mata terbakar, dan perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi–apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan–itu juga terbakar. Terbakar oleh apakah? Terbakar oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan.
“Telinga terbakar … Pikiran terbakar … dan perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi–apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan–itu juga terbakar. Terbakar oleh apakah? Terbakar oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan.
“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap mata, terhadap bentuk-bentuk, terhadap kesadaran-mata, terhadap kontak-mata, terhadap perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi–apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan; mengalami kejijikan terhadap telinga … terhadap pikiran … terhadap perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi … Mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka terbebaskan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘terbebaskan’. Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Senang, para bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Ketika khotbah ini disampaikan, batin seribu bhikkhu itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan. [SN 35.28 (6) Terbakar].

Khotbah ke Dua: An-attalakkhaṇa Sutta


Khotbah ke Dua: An-attalakkhaa Sutta
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu: “Para bhikkhu!”
“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
“Para bhikkhu, bentuk adalah bukan-diri. Karena jika, para bhikkhu, bentuk adalah diri maka bentuk tidak akan menyebabkan penderitaan dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘Biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’ Akan tetapi, karena bentuk adalah bukan-diri maka bentuk menyebabkan penderitaan dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan bentuk: ‘Biarlah bentukku seperti ini; biarlah bentukku tidak seperti ini.’
“Perasaan adalah bukan-diri … Persepsi adalah bukan-diri … Bentukan-bentukan kehendak adalah bukan-diri … Kesadaran adalah bukan diri. Karena jika, para bhikkhu, kesadaran adalah diri maka kesadaran tidak akan menyebabkan penderitaan dan adalah mungkin untuk mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘Biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.’ Akan tetapi, karena kesadaran adalah bukan-diri maka kesadaran menyebabkan penderitaan dan adalah tidak mungkin mengatakan sehubungan dengan kesadaran: ‘Biarlah kesadaranku seperti ini; biarlah kesadaranku tidak seperti ini.
“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk adalah kekal atau tidak kekal?”–“Tidak kekal, Yang Mulia.”–“Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”–“Penderitaan, Yang Mulia.”–“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”–“Tidak, Yang Mulia.”
“Apakah perasaan adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah persepsi adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah bentukan-bentukan kehendak adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”–“Tidak kekal, Yang Mulia.”–“Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”–“Penderitaan, Yang Mulia.”–“Apakah apa yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”–“Tidak, Yang Mulia.”
“Oleh karena itu, para bhikkhu, bentuk apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala bentuk harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Perasaan apa pun juga … Persepsi apa pun juga … Bentukan-bentukan kehendak apa pun juga … Kesadaran apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat, segala kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘terbebaskan’. Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”

Demikianlah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Ketika khotbah ini sedang dibabarkan, batin para bhikkhu dari Kelompok Lima itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan. [SN 22.59 (7) Karakteristik Bukan-diri].

Khotbah Pertama: Dhammacakkappavattana Sutta

Khotbah Pertama: Dhammacakkappavattana Sutta

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Bārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada Kelompok Lima Bhikkhu sebagai berikut:
“Para bhikkhu, kedua ekstrim ini tidak boleh diikuti oleh seorang yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah. Apakah dua ini? Mengejar kebahagiaan indria dalam kenikmatan indria, yang rendah, kasar, cara-cara kaum duniawi, tidak mulia, tidak bermanfaat; dan praktik penyiksaan diri, yang menyakitkan, tidak mulia, tidak bermanfaat. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata telah membangkitkan jalan tengah, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Dan apakah, para bhikkhu, jalan tengah yang dibangkitkan oleh Sang Tathāgata, yang memunculkan penglihatan … yang menuntun menuju Nibbāna? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar. Ini, para bhikkhu, adalah jalan tengah yang dibangkitkan oleh Sang Tathāgata, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia penderitaan: kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan; berkumpul dengan apa yang tidak menyenangkan adalah penderitaan; berpisah dengan apa yang menyenangkan adalah penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan adalah penderitaan.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia asal-mula penderitaan: adalah ketagihan yang menuntun menuju penjelmaan baru, disertai dengan kesenangan dan nafsu, mencari kenikmatan di sana sini; yaitu ketagihan pada kenikmatan indria, ketagihan pada penjelmaan, ketagihan pada pemusnahan.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia lenyapnya penderitaan: adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketagihan yang sama itu, meninggalkan dan melepaskannya, kebebasan darinya, tidak bergantung padanya.
“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan: adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu pandangan benar … konsentrasi benar.
“‘Ini adalah kebenaran mulia penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia penderitaan harus dipahami sepenuhnya’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia penderitaan telah dipahami sepenuhnya’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia asal-mula penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia asal-mula penderitaan harus ditinggalkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia asal-mula penderitaan telah ditinggalkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia lenyapnya penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan harus dicapai’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan telah dicapai’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Ini adalah kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dikembangkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“‘Kebenaran mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan telah dikembangkan’: demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah pada-Ku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
“Selama, para bhikkhu, pengetahuan-Ku dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini belum sempurna dimurnikan dengan cara ini, Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, māra, dan brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Akan tetapi, ketika pengetahuan-Ku dan penglihatan terhadap Empat Kebenaran Mulia sebagaimana adanya ini dengan tiga tahap dan dua belas aspeknya ini telah sempurna dimurnikan dengan cara ini maka Aku mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada bandingnya di dunia ini dengan para deva, māra, dan brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul pada-Ku: ‘Kebebasan batin-Ku tidak tergoyahkan. Ini adalah kelahiran-Ku yang terakhir. Tidak akan ada lagi penjelmaan baru.’”
Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Bersukacita, Kelompok Lima Bhikkhu itu gembira mendengar penjelasan Sang Bhagavā. Selagi khotbah ini sedang dibabarkan, muncullah pada Yang Mulia Koṇḍañña penglihatan Dhamma tanpa noda, bebas dari debu: “Apa pun yang tunduk pada asal-mula semuanya tunduk pada lenyapnya.” Ketika Roda Dhamma ini telah diputar oleh Sang Bhagavā, para deva yang bertempat tinggal di bumi berseru:
“Di Bārāṇasī, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau deva atau māra atau brahmā atau siapa pun di dunia.” Setelah mendengar seruan para deva yang bertempat tinggal di bumi, para deva di alam Empat Raja Deva berseru: “Di Bārāṇasī … Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan … oleh siapa pun di dunia.” Setelah mendengar seruan para deva di alam Empat Raja Deva, para deva Tāvatiṃsa … para deva Yāma … para deva Tusita … para deva Nimmānaratī … para deva Paranimmitavasavattī … para deva pengikut Brahmā berseru: "Di Bārāṇasī, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma tanpa banding telah diputar oleh Sang Bhagavā, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau deva atau māra atau brahmā atau siapa pun di dunia.”

Demikianlah pada saat itu, seketika itu, pada detik itu, seruan itu menyebar hingga sejauh alam brahmā, dan sepuluh ribu sistem dunia ini berguncang, bergoyang, dan bergetar, dan cahaya agung yang tanpa batas muncul di dunia melampaui keagungan para deva di surga. Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan ucapan inspitarif ini: “Koṇḍañña sungguh telah mengerti! Koṇḍañña sungguh telah mengerti!” Demikianlah Yang Mulia Koṇḍañña memperoleh nama “Aññā Koṇḍañña–Koṇḍañña Yang Telah Mengerti”. [SN 56.11 (1) Memutar Roda Dhamma].